Begitu Menikah, Jangan Tunda Kehamilan
Acap kali kita mendengar, pasangan muda sulit memperoleh anak begitu mereka menginginkannya
setelah beberapa lama ber-KB. Diduga kuat, penundaan kehamilan dengan
kontrasepsi selain kondom setelah menikah menjadi salah satu penyebab.
Pasangan muda Bagus dan Febi, sebutlah begitu, sejak sebelum melangsungkan
pernikahan sudah merencanakan untuk tidak segera mempunyai momongan. Alasannya,
mereka belum mempunyai rumah sendiri dan Bagus baru saja mendapat pekerjaan.
Saat menikah, usia mereka memang masih muda, Febi 22 tahun dan Bagus 25 tahun.
untuk itu, mereka memilih kontrasepsi pil antihamil.
Merasa berpenghasilan cukup dan mampu mengontrak rumah setelah dua tahun
menikah, mulailah mereka berpikir untuk meramaikan rumahnya dengan kehadiran
seorang anak. Pil KB pun segera distop konsumsinya, tapi sampai perkawinan
berusia tiga tahun, yang mereka tunggu-tunggu belum juga hadir. Merasa cemas,
mereka segera memeriksakan diri ke dokter ahli kebidanan dan kandungan. Setelah
menjalani terapi medis selama sekitar dua tahun, akhirnya Febi berhasil hamil.
Antibodi antisperma
Pada zaman sulit mencari nafkah seperti saat ini, banyak pasangan muda menunda
mempunyai anak, seperti yang dijalani Bagus dan Febi. Alasannya macam-macam,
antara lain pekerjaan belum mapan, belum punya tempat tinggal tetap, gaji masih
kecil, dll. Lalu mereka memutuskan untuk sementara melakukan KB dengan
kontrasepsi pil atau suntik antihamil, IUD, kondom, dsb.
Menurut Prof. dr. H. Aryatmo Tjokronegoro Ph.D., Sp.And. spesialis alat
reproduksi pria (androlog) dari FKUI, setiap pasangan suami-istri memang berhak
menunda kehamilan. Namun, upaya itu dilakukan dengan memilih kontrasepsi yang
tepat berdasarkan anjuran dokter. Ini untuk menghindari sulitnya menghadirkan
si buah hati pada saat diinginkan. Pasalnya, sering terjadi pasangan muda sulit
hamil setelah kontrasepsi dihentikan penggunaannya. Itu sebuah misteri.
Untuk memecahkan "misteri" macam itu pada tahun 1970-an sejumlah
spesialis infertilitas Barat melakukan penelitian pada kasus unexplained
infertillity (infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya) secara klinis maupun
laboratoris. Pada banyak pasangan ternyata tidak ditemukan kelainan organis
(seperti saluran indung telur buntu) maupun kelainan fisiologis sebagai
penyebabnya.
Kemudian diteliti kemungkinan penyebab lain. Salah satunya adalah kemungkinan
adanya faktor antibodi antisperma pada wanita, sehingga terjadi kegagalan
potensi sperma membuahi ovum (sel telur) dalam tubuh wanita. Diteliti pula
apakah penggunaan alat kontrasepsi seperti pil KB atau suntik KB (berisi hormon
yang menolak pembuahan) serta IUD dalam jangka waktu tertentu menjadi penyebab
meningkatnya antibodi antisperma.
Terapi kondom
Sejak lahir setiap manusia normal dibekali suatu sistem imunologi yang dapat
melindungi diri terhadap serangan berbagai kuman penyakit. Setiap saat sistem
imun ini siap menjaga tubuh dari serangan antigen asing. Dalam sistem
reproduksi pun sistem imun itu ada. Pada setiap wanita sistem imun berperan
penting dalam menjaga keselamatan sang jabang bayi. Dengan kekebalan, proses
perkembangan janin berlangsung baik paling tidak sampai usia kehamilan sembilan
bulan, saat bayi siap dilahirkan. Selain itu, sistem imun juga menjaga tubuh
terhadap serangan berbagai macam infeksi, termasuk pelbagai penyakit seksual.
Pada diri setiap pria pun bisa timbul antisperma yang merupakan femomena
autoimun atau akibat sistem imun membentuk antibodi terhadap antigen tubuhnya
sendiri, yakni sperma. Sebaliknya, wanita tidak mempunyai unsur antigen yang
terkandung seperti pada sperma maupun komponen plasma semen. Namun, begitu si
wanita mulai berhubungan seksual dengan pria, di dalam tubuhnya akan terbentuk
antibodi antisperma terhadap antigen sperma. Pada tingkat tertentu, antibodi
masih bisa ditembus oleh sperma yang bagus kualitasnya (cepat dan kuat) untuk
membuahi sel telur hingga menghasilkan kehamilan.
Walaupun hanya satu sperma yang bakal membuahi sel telur, menurut teori
kedokteran, dibutuhkan puluhan juta (minimal 20 juta) sperma agar kemungkinan
terjadinya pembuahan lebih besar. Pasalnya, perjuangan untuk bisa mencapai sel
telur luar biasa beratnya bagi kebanyakan sel sperma. Selama dalam perjalanan
panjang dari lubang vagina sampai ke indung telur, banyak sperma yang
berguguran.
Namun, belakangan para androlog tidak lagi berpatokan pada teori ini.
"Yang terpenting bukan jumlahnya tetapi kualitas spermanya," kata dr.
Aryatmo. "Menurut saya, walaupun sperma yang dimiliki sang suami hanya 5 -
6 juta, tapi kalau gerakannya cukup gesit, bisa saja membuahi sel telur."
Yang menjadi masalah, kalau jumlah sperma sedikit dan gerakannya lamban. Maka
mereka akan gugur sebelum mencapai tujuan!
Pada pasangan yang menggunakan kontrasepsi seperti pil dan suntik KB, walaupun
terjadi kontak antara sperma dan sel telur pada tubuh wanita, pembuahan tidak
bakal terjadi. Sedangkan pada KB IUD (spiral) pembuahan bisa terjadi, tapi
biasanya langsung gugur.
Menurut para pakar dalam penelitian tadi, selama penggunaan alat kontrasepsi,
pembentukan antibodi terhadap sperma akan terus terbentuk. Bahkan semakin lama
kadarnya semakin tinggi dan pertahanannya semakin kuat. Diduga inilah biang
keladi si wanita sulit hamil. Jadi, dengan kata lain dalam tubuh si wanita
telanjur timbul "kontrasepsi alami" atau tercipta antibodi kuat yang
menolak kehadiran sperma yang hendak
membuahi sel telurnya.
Kalau pun sampai terjadi pembuahan, menurut para pakar itu, bisa jadi telah
terbentuk efektor imun lebih dahsyat. Yang dimaksud efektor imun adalah sistem
imun seluler (yang dibawa oleh leukosit, makrofag, dll.) yang mampu menimbulkan
efek peradangan terhadap janin dan plasenta yang telah mulai berkembang dalam
rahim sang ibu. Penolakan imun ini bisa menyebabkan keguguran.
Dalam kasus di atas, agar istri bisa hamil, suami dianjurkan melaksanakan
terapi kondom. Setelah kontrasepsi dihentikan, selama 6 - 8 bulan berikutnya
pasangan mesti mengenakan kondom ketika melakukan hubungan intim. Diharapkan
selama itu antibodi akan menurun dan tidak ada lagi di daerah organ reproduksi
sang istri. Sehingga ketika sudah tidak lagi memakai kondom, sperma akan
bermigrasi sampai ke saluran indung telur untuk bertemu dengan ovum tanpa
halangan apa pun. Tentu saja, itu akan terjadi saat sang istri berada pada masa
subur.
Kondom kontrasepsi terbaik
Menunda kehamilan, menurut dr. Aryatmo, juga banyak dilakukan pada pasangan
pranikah zaman sekarang yang sudah melakukan hubungan seksual. Kalau memang
teori pada penelitian tadi benar, hubungan semacam itu hanya akan membangkitkan
respons imun dalam tubuh si gadis terhadap komponen antigen laki-laki.
"Akhirnya, yang rugi lagi-lagi pihak wanita karena nantinya akan sulit
hamil," tegasnya. "Sebab itu saya sarankan agar para gadis menjaga
untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum masuk jenjang perkawinan."
Penelitian juga membuktikan, pada para perempuan tuna susila banyak dijumpai
efektor respons imun, baik imun seluler maupun imun humoral (yang dibawa oleh
antibodi). Apalagi dalam semalam bisa berganti-ganti pasangan. Dalam hal ini
adanya komponen efektor imun justru menguntungkan para wanita pekerja seks itu
karena akan sulit mengalami kehamilan atau, kalaupun terjadi pembuahan, mudah
terjadi keguguran.
Namun sekali lagi, hasil penelitian soal antibodi antisperma sebagai biang
keladi tadi masih diliputi pro dan kontra. Kalaupun karena masalah antibodi
yang meningkat, belum tentu gara-gara kontrasepsi itu saja, tapi mungkin bisa
juga karena dalam tubuh si wanita secara alami terbentuk antibodi antisperma
yang kuat. Dalam hal ini kepada wanita yang bersangkutan biasanya cukup
diberikan obat imunosupresi yang akan menekan pembentukan antibodi terhadap sperma.
Tidak perlu dengan terapi kondom. Tapi penggunaan obat imunosupresi ini pun
banyak pihak yang menentang, sebab efek sampingannya, tubuh si wanita akan
kekurangan antibodi sehingga akan lebih mudah kemasukan kuman atau virus
seperti rubella, campak, dll. yang nantinya akan membahayakan janin.
Sebab itu, dr. Aryatmo menganjurkan, kalau pun pasangan muda ingin menunda
kehamilan, sebaiknya menggunakan alat kontrasepsi kondom. "Sarung
pelindung" ini dipandang sebagai kontrasepsi terbaik dan teraman dari sudut
imunologis. Ia akan mencegah terjadinya pembuahan sekaligus mencegah kontak
antara antigen suami dengan sistem imun istri, sehingga antibodi pada tubuh
istri tidak meningkat.
Namun yang paling aman, menurut dr. Aryatmo, pasangan suami istri tidak menunda
masa kehamilan. "Sebaiknya, satu anak dulu, baru KB," sarannya.Dr.
Aryatmo juga menyarankan kepada setiap pasangan suami istri tidak subur untuk
memeriksakan diri secara cermat guna mencari penyebab utamanya. Apakah benar
akibat ulah antibodi terhadap antigen komponen suaminya atau ada masalah lain.
Kasus infertilitas atau ketidaksuburan memang melibatkan banyak faktor.
Sumber: Intisari - Juni
2001