Pernikahan Dini
Pernikahan dini adalah sebuah
bentuk ikatan atau pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di
bawah delapan belas tahun. Secara fisik, pemuda masa kini menjadi dewasa lebih cepat daripada
generasi-generasi sebelumnya. Akan tetapi, secara emosional mereka menempuh waktu jauh lebih
panjang untuk mengembangkan kedewasaan. Kesenjangan antara kematangan fisik
yang datang lebih cepat dan kedewasaan emosional yang terlambat menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan psikis dan sosial. Kematangan
fisik, misalnya menjadikan kelenjar-kelenjar seksual mulai bekerja aktif untuk
menghasilkan hormon-hormon yang dibutuhkan. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya dorongan untuk menyukai lawan jenis, sebagai manifestasi dari
kebutuhan seksual. Pada taraf ini, keinginan untuk mendekati lawan jenis memang
banyak disebabkan oleh dorongan seks.
Ditinjau dari teori psikologi menyatakan bahwa batasan
usia masa remaja yaitu antara usia 13 sampai 18
tahun, dengan dimungkinkan terjadinya percepatan sehingga masa remaja datang
lebih awal. Percepatan ini disebabkan oleh stimulasi sosial melalui pendidikan
yang lebih baik, lingkungan sosial yang lebih mendewasakan, serta
rangsangan-rangsangan media massa terutama media audiovisual. Sedangkan pada usia 18 sampai dengan 22 tahun, seseorang
berada pada tahap perkembangan remaja akhir. Jika perkembangannya berjalan
normal, seharusnya kita sudah benar-benar menjadi orang yang telah sepenuhnya
dewasa selambatnya pada usia 22 tahun.
Pernikahan
dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun psikis remaja.
Contohnya yaitu remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia, adanya tindakan
kekerasan terhadap istri yang timbul
karena tingkat berpikir yang belum matang , serta kesulitan ekonomi dalam rumah tangga. Walaupun
begitu, dalam konteks beberapa budaya, pernikahan dini bukanlah sebuah masalah,
karena pernikahan dini sudah menjadi kebiasaan. Tetapi, dalam konsep
perkembangan, pernikahan dini akan membawa masalah psikologis yang besar
dikemudian hari karena pernikahan tersebut.
Dengan mengacu pada uraian di atas,
maka tak aneh jika banyak bermunculan seminar-seminar ataupun
pelatihan-pelatihan yang membahas masalah pernikahan ini, baik itu yang
ditujukan bagi mereka yang sedang mempersiapkan pernikahan (pranikah) maupun
bagi mereka yang telah menikah dengan segala polemik di dalam rumah tangganya.
Sebagaimana orang tua, penilaian
masyarakat terhadap pernikahan di usia dini sering kali banyak bergantung pada
kedewasaan kita. Banyak yang menikah pada usia muda dan masyarakat memberikan
penilaian yang sangat positif seperti, “Wah, hebat dia. Usia
sekian saja sudah berani menikah. Saya dulu sudah tua baru menikah.” dan sebaliknya, banyak juga komentar negatif yang muncul ketika ada yang menikah muda
karena masyarakat belum melihat ada tanda-tanda kedewasaan, sehingga yang
muncul adalah ungkapan, “Sudah tidak tahan
apa, ya? Usia baru segitu sudah nikah, mau dikasih makan apa anak istri?”
Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak semua penilaian sosial yang diberikan masyarakat
ditentukan oleh tingkat kedewasaan kita serta sikap-sikap kita saja. Ada kalanya penilaian sosial itu
dijatuhkan kepada kita berdasarkan proses belajar yang terus menerus dari
masyarakat – termasuk di dalamnya hasil rekayasa sosial (social engineering) yang membentuk nilai-nilai baru dalam
masyarakat, sehingga paradigma masyarakat sudah terkondisikan dan dapat
menerima hal tersebut sebagai sesuatu yang sudah lazim.
Sekarang, apakah anda hanya akan
menunggu nilai-nilai sosial berubah tanpa melakukan apa-apa ataukah anda yang
menentukan langkah untuk dengan mantap menikah, mensosialisasikan ke
tengah-tengah masyarakat, dan menyadarkan masyarakat bahwa telah banyak
kerusakan yang terjadi dan mengingatkan masyarakat bahwa di sekeliling kita
telah bermunculan banyak hal mulai dari pornografi sampai narkotika yang
apabila tidak diantisipasi dengan baik hanya akan menyisakan kehancuran bagi
generasi kita sekarang? Wallahu’alam
bish-shawab.
Sumber : www.manajemenqolbu.com
; Nugraha, 2002 ;
http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-pernikahan-dini.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar